Mulud Adat Bayan: Warisan Budaya Islam-Lokal di Lombok Utara

Lombok Utara – Setiap tahun, masyarakat adat di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, menggelar sebuah tradisi unik untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi tersebut dikenal dengan nama Mulud Adat Bayan atau Maulid Adat, sebuah perayaan yang memadukan nilai Islam dengan kearifan lokal yang sudah diwariskan turun-temurun.

Jejak Sejarah dan Filosofi

Mulud Adat Bayan muncul dari pertemuan antara ajaran Islam dengan budaya Sasak kuno. Saat Islam masuk ke Bayan, para penyebar agama tidak menghapus tradisi lokal, melainkan mengintegrasikannya. Inilah yang melahirkan sebuah ritual yang sarat makna: menghormati Nabi Muhammad SAW dengan cara yang tetap mempertahankan identitas budaya leluhur.

Waktu Pelaksanaan

Perayaan biasanya digelar dua hari setelah tanggal kelahiran Nabi dalam kalender hijriah, yakni pada 14 dan 15 Rabiul Awal. Bagi masyarakat Bayan, penentuan tanggal ini disebut Sareat atau Syariat.

Rangkaian Ritual

Tradisi Mulud Adat berlangsung meriah dengan sejumlah prosesi adat, antara lain:

Menyilaq, pertemuan para pemangku adat untuk memberi salam dan menunjuk perwakilan simbolik Adam dan Hawa.

Menutuq, menumbuk padi diiringi musik gamelan Sasak, hanya boleh dilakukan perempuan yang suci.

Tun Gerantung, penabuhan alat musik tradisional sebagai tanda dimulainya perayaan.

Menghias Masjid Kuno Bayan, pemasangan umbul-umbul dan kain putih sebagai simbol kesucian.

Peresean, pertarungan tradisional menggunakan tongkat rotan dan perisai kulit kerbau.

Mbisoq Meniq, prosesi mencuci beras di sungai oleh kaum perempuan dengan cara khas Bayan.

Praja Mulud, hiasan dan persiapan khusus untuk keturunan bangsawan adat.

Puncak Perayaan, arak-arakan menuju Masjid Kuno Bayan yang dilanjutkan dengan doa, pembacaan Al-Qur’an, dan ritual bernafaskan keislaman bercampur tradisi lokal.


Lebih dari Sekadar Perayaan

Bagi masyarakat Bayan, Mulud Adat tidak hanya sekadar momen religius. Tradisi ini meneguhkan nilai kebersamaan lewat gotong royong, memperkuat identitas budaya lokal, sekaligus menjadi sarana edukasi lintas generasi.

Tidak heran, setiap tahun acara ini selalu menyedot perhatian masyarakat sekitar maupun wisatawan yang ingin menyaksikan langsung bagaimana Islam dan budaya lokal berpadu harmonis di tanah Lombok.

Post a Comment

0 Comments

advertise